Secara umum kujang di kenal (dianggap) sebagai senjata dan pusaka orang Sunda yang berasal dari provinsi Jawa Barat. Sejarah kujang belu...
Secara umum kujang di kenal (dianggap)
sebagai senjata dan pusaka orang Sunda yang berasal dari provinsi Jawa Barat.
Sejarah kujang belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis
yang deskriptif, meskipun penyebutan istilah "kujang" telah tercantum
pada abad 15 - 16M (Naskah Siksa Kanda Ng Karesian). Bukti-bukti keberadaan
kujang juga terdapat pada relief candi Sukuh Surakarta, temuan kujang purba
antara abad 2-3 M di kompleks Candi Batujaya Kabupaten Karawang, situs
megalitik batu kujang di Ds. Cisaat, Kec.Tenjolaya Kab. Sukabumi dsb. Sementara
itu, pengetahuan mengenai fungsi kujang dapat dilacak dari beberapa
laporan-laporan penjelajah dan peneliti asing yang melakukan observasi,
diantaranya; Thomas Stamford Raffles, Snouck Hurgronje, Hazeu, Kern, dan G.P.
Rouffaer. Teori perkembangan perupaan kujang kebanyakan didasarkan pada
analisis mimesis (karya seni merupakan tiruan atau menyerupai objek yang berada
di alam).
Keberadaan senjata tradisional di pulau Jawa sangat kaya, seperti; berang,
bendho, arit, kudi, cenggereng, golok, pangot, wedhung, pedang, tombak, hingga
cengkrong. Untuk pedang sendiri dapat digolongkan menjadi banyak nama sesuai
dengan perupaannya, ada sabet, suduk maru, dan lain – lain. Perkembangan
teknologi seni tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa wesi aji atau
tosan aji yang lebih sempurna.
Pada saat ini dinamika keilmuan, mendudukan wesi aji atau tosan aji menjadi
disiplin ilmu yang mandiri (kerisologi). Kujang yang dimaksud dalam penulisan
ini termasuk ke dalam kategori wesi aji atau tosan aji, bukan senjata dan
perkakas. Kedudukan wesi aji berada di atas senjata dan perkakas. Wesi aji atau
tosan aji menurut berbagai sumber, mengandung pengertian dasar besi yang
berharga, dimuliakan, diagungkan atau disakralkan. Secara teknis pengolahan
mencapai tingkat yang sempurna. Kujang diciptakan oleh seorang Guru Teupa
setingkat dengan seorang Mpu pencipta keris dan berbagai jenis wesi aji lainnya.
Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa ada beberapa nama mpu dari zaman
Pajajaran, seperti Mpu Windu Sarpa Dewa, Mpu Mercukunda, Mpu Ni Mbok Sombro,
Mpu Ramayadi selain menciptakan keris juga menciptakan kujang.
Berdasarkan sampel penelitian, perupaan kujang memiliki banyak varian
(sementara ini di data lebih dari 20 varian dengan 600 bilah kujang dan kudi
dari berbagai estimasi periode penciptaan), yang secara fungsi “tidak lengkap”
memenuhi syarat sebagai benda utilitas. Keberadaan kujang (dan kudi) tidak
hanya ditemukan di wilayah Provinsi Jawa Barat, juga di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Estimasi penciptaan kujang (penangguhan) berdasarkan bukti artefak
terdiri dari: 1. Kuno (Budho) diperkirakan tahun 125 M–1125 M, 2. Madya Kuno
(Kuno Pertengahan) diperkirakan tahun 1126 M–1250 M, 3. Tengahan (Pertengahan)
diperkirakan tahun 1460 M–1613 M.
Perupaan kujang (kategori wesi aji) memiliki ciri khusus, antara lain; memiliki
struktur bilah yang kompleks (simbolis), teknis pembuatannya dengan cara
dilipat (damascening steel) dan menghasilkan pola pamor, mengutamakan nilai
keindahan (estetik), teknis penempaan mencapai tingkat yang sempurna, tidak
nyaman (tidak ergonomis) dan tidak efektif bila dipergunakan, tidak berfungsi
secara aplikatif (fungsi utilitas) sebagai alat tikam, toreh, iris, tebas, gali
atau alat bantu lainnya.
Wesi aji kujang tidak dapat dilihat dari aspek estetika dan teknis pembuatannya
saja. Untuk dapat menerjemahkannya harus dilakukan analisa secara menyeluruh,
seperti menganalisa penamaan varian perupaan/rancang bangun (dapuran), teknis
pembuatan atau pengolahan (garap), estimasi periode penciptaan (penangguhan),
elemen pada struktur anatominya (rincikan), ukuran atau dimensi, berat jenis
dan berbagai elemen yang terdapat pada setiap bilahnya. Sementara itu perkakas
dan senjata lebih mengutamakan segi fungsi (utilitas), di mana setiap bentuknya
di rancang mengikuti fungsi (form follow function).
Seorang guru teupa atau mpu adalah seorang yang ahli dalam bidang etika dan
estetika. Landasan dalam penciptaanya tidak lepas pada bahasa simbol yang
diinspirasi oleh alam, ataupun perilaku, tatanan kehidupan dan nilai spiritual
pada jamannya. Apabila dikritisi lebih dalam, hasil karya seorang guru teupa
merupakan penyederhanaan bahasa ungkap (stilasi, metafora, semiotika bentuk
dsb). Dapat dikatakan bahwa kujang (dan berbagai wesi aji lainnya) merupakan
sebuah puisi dalam bentuk bahasa rupa, di mana satu bentuk memiliki makna yang
luas. Demikian pula dengan satu rincikan (detail struktur pada bilah kujang)
memiliki makna filosofis dan fungsi simbolis.
Kujang dan berbagai jenis wesi aji lainnya diciptakan dalam waktu yang lama,
bahkan menurut berbagai sumber, ada yang diciptakan hingga memakan waktu
bertahun-tahun. Hal ini sebuah bukti sejarah bahwa Kujang diciptakan untuk
kepentingan fungsi simbolis, di mana nilai-nilai luhur “ ditanamkan” di dalam
perupaan bilahnya. Kujang bagi orang Sunda merupakan piandel atau berfungsi
sebagai penguatan karakter (jati diri), karena kujang merupakan simbol dari
etika dan estetika Sunda.
COMMENTS